BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang
merupakan kewajiban bagi setiap guru. mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat
memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena
itu, seorang guru hendaknya memahami tehnik pemberian skor, bahkan
langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian
berbeda dengan penskoran. Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan
yang sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik.
Karena acapkali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian
belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak sadar atau
sadar-yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk
menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan tingkat, dan
sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Dalam makalah ini juga akan dibahas secara jelas tentang acuan
penilaian yang menjadi standar dalam memberi nilai dan skor dengan
langkah-langkah yang jelas. Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang
mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat dalam
tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan
mahasiswa terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa
yang diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan
dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur
keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan
standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi
seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atu teknik-teknik yang baik
untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauhmana pencapaian siswa dalam menguasai
materi yang disampaikan.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas adalah
1. Apa pengertian
dan pemberian skor?
2. Bagaimana pendekatan penilaian?
3. Bagaimana cara
pemberian skor?
4. Bagimana
Cara mengolah skor menjadi nilai standar?
- Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui tehnik pengambilan
skor hasil tes peserta didik.
2. Mampu memahami dan
menerapkan pendekatan dalam penilaian.
3. Mampu memahami dengan
jelas cara
pemberian skor
4. Mampu menilai dan mengolah
skor menjadi nilai standar tepat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Cara Pemberian Skor
1.
Penegertian
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan
jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari
suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian
selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), penskoran adalah proses, cara, pembuatan skor.
Skor berbeda dengan nilai. Nilai adalah angka ( huruf
) yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan
skor-skor lain serta disesuaikan pengaturannya dengan standart tertentu.
Sedangkan skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang
diperoleh dari angka-angka dar setiap butir soal yang telah di jawab oleh
testee dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah
pokok yang harus tempuh. Pertama, menskor, yaitu memberi
skor pada hasil tes
yang dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan
tiga jenis alat bantu, yaitu : kunci jawaban, kunci skoring, dan pedoman konversi. Kedua, mengubah
skor
mentah menjadi skor standar sesuai dengan
norma
tertentu. Ketiga, mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa hurup
atau angka. Keempat, melakukan analisis
soal (jika diperlukan) untuk mengetahui
derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.[1]
Menurut Suharsimi ( 2005:235 ) bahwa skor adalah hasil pekerjaan
menskor yang diperoles dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes
yang di jawab betul oleh siswa. Sedangkan nilai adalah angka ubahan dari skor
dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan norma atau acuan standar.
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya
disesuaikan dengan bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, tes uraian
(essay) atau tes obyektif (objektive test).
a.
Pemberian Skor pada Tes Uraian.
Pada tes uraian,
pemberian skor didasarkan pada bobot (weight) yang diberikan
pada setiap butir soal,
didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau
banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap benar.


Tabel
1
Perhitungan Skor dengan Sistem Bobot Pertama
No
Soal
|
Tingkat
Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (X)
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
6
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
7
|
3
|
Sukar
|
Betul
|
10
|
Jumlah
|
23
|
b.
Pemberian skor pada tes obyektif.
Pemberian skor pada tes
obyektif pada umumnya digunakan system denda.
Untuk soal obyektif
bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila
testee menjawab benar maka diberikan skor 1 dan apabila salah maka diberikan
skor 0.

Rumus :S = ∑
B - ∑ S
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ B
= jumlah jawaban yang benar
∑ S = jumlah jawaban yang salah
Contoh :
Seorang peserta didik dites dengan soal bentuk B – S sebanyak
30 soal. Ternyata, peserta
didik tersebut dapat
menjawab soal dengan
betul 25 butir soal,
berarti jumlah jawaban
yang salah ada 5 soal.
Dengan demikian, skor peserta
didik yang bersangkutan adalah : Skor = 25 – 5 = 20.
2.
Langkah-langkah member skor
a.
Menyusun suatu jawaban model sebagai kunci
jawaban yang memenuhi syarat sebagai jawaban yang baik (benar, relevan,
lengkap, berstruktur, dan Jelas).
b.
Setiap item bisa berbeda bobot. Perbedaan bobot
bisa berdasar pada jenis bahan (bahan perangsang, bahan inti, bahan penting,
dan kurang penting), teksonomi (pengetahuan, pemahaman, evaluasi, dll).
c.
Membaca beberapa jawaban dari peserta didik yang
kurang pandai dan yang pandai. Hal ini dapat dipakai untuk memperoleh gambaran
umum tentang kualitas dari jawaban dari para peserta didik atau mengecek apakah
kunci jawaban cukup realistik.
d.
Sebaiknya masing-masing nomor dari jawaban tes
diperiksa sekaligus sebelum melakukan skoring nomor yang lain.
e.
Agar tidak terpengaruh oleh kesan mutu jawaban
yang mendahului sebaiknya sesudah selesai diperikasa jawaban-jawaban satu
nomor, lembar jawab perlu ditukar urutannya.
f.
Tidak usah memperhatikan nama dan nomor peserta,
untuk mengurangi subyektivitas.
g.
Membiasakan hanya memeriksa isi pikiran yang
dikemukakan dalam jawaban, sehingga tidak perlu menilai bentuk tulisan
dan lain-lain.
h.
Mengembalikan lembar jawab lengkap dengan
catatan-catatan seperlunya.
B.
Berbagai
Pendekatan Penilaian
Dalam evaluasi program pendidikan yang banyak
dikenal dan sering dijadikan rujukan dalam pelaksanaan evaluasi program
pendidikan, terdapat Beberapa Pendekatan dalam penilaian pendekatan yang
digunakan yakni :
1.
Objective-Oriented Approach.
Model Objective-Oriented Approach (pendekatan penilaian
berorientasi tujuan) adalah pendekatan dalam melakukan evaluasi program yang
menitik beratkan pada penilaian ketercapaian tujuan. Oleh karena itu, pandangan
ini mempersyaratkan bahwa suatu program pendidikan harus menetapkan atau
merumuskan tujuan-tujuan spesifiknya secara jelas. Terhadap tujuan-tujuan
program yang sudah ditetapkan tersebut barulah evaluasi program difokuskan.
Ketercapaian tujuan belajar tersebut tercermin dari hasil tes
siswa. Oleh karena itu, tes sebagai alat (instrument) untuk melakukan penilaian
selalu dibuat berdasarkan pada tujuan-tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Kalau anda pernah menjadi seorang guru, anda tentu masih ingat bagaimana
membuat kisi-kisis penyusunan soal yang selalu didasarkan pada ranah-ranah
hasil belajar yang sudah ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran. Kegiatan
penilaian seperti yang dilakukan guru itu adalah salah satu contoh penerapan
pendekatan penilaian program yang berorientasi tujuan (objective-oriented
approach).
Tyler mendefinisikan penilaian pendidikan sebagai suatu proses
untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan pendidikan dari program sekolah atau
kurikulum tercapai.[2]
Pendekatan penilaian
yang dikemukakan Tyler ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan tujuan secara jelas
b.
Mengklasifikasikan tujuan-tujuan tersebut
c.
Mendefinisikan tujuan-tujuan dalam istilah
perilaku terukur
d.
Temukan situasi dimana prestasi atau tujuan
dapat diperlihatkan
e.
Mengembangkan atau memilih teknik-teknik
pengukuran
f.
Mengumpulkan data
2.
Management-Oriented Approach.
Pendekatan lain yang banyak dipengaruhi pemikiran Tyler
dikembangkan Provus berdasarkan pada tugas-tugas evaluasi di sebuah sekolah
umum di Pittsburgh, Pensylvania. Provus (1973) memandang penilaian sebagai
proses pengelolaan informasi berkelanjutan yang dirancang memberi pelayanan
sebagai the watchdog of program management’dan the handmaiden of administration
in the management of program development trough sound decision making.
Walaupun nampak adanya pendekatan manajemen dalam pemikiran
Provus, tetapi tradisi Tyler lebih dominan. Hal ini dapat dilihat dari definisi
evaluasi yang ia kembangkan. Menurut Provus, evaluasi adalah proses:
v Menyetujui berdasarkan
standar (istilah lain yang digunakan secara bergantian dengan istilah tujuan)
v Menentukan apakah ada
kesenjangan antara kinerja aspek-aspek program dengan standar kinerja yang
ditetapkan
v Menggunakan informasi
tentang kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan sebagai bahan untuk meningkatkan
mengelola, atau mengakhiri program atau salah satu aspek dari program tersebut.
3.
Naturalistic-Participant Approach.
Pendekatan penilaian yang berorientasi tujuan ini secara
teknologis telah merangsang berkembangnya proses-proses perumusan tujuan secara
spesifik serta pengembangan atau penemuan instrument-instrumen maupun prosedur
pengukuran yang beragam. Dilihat dari kajian dan literature, pendekatan
penilaian berorientasi tujuan sudah lebih banyak dan terarah kepada persoalan
bagaimana pendekatan ini diaplikasikan dalam penilaian di kelas, penilaian
sekolah, penilaian program sekolah di satu kabupaten, atau lainnya. Oleh karena
itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kelebihan pendekatan ini adalah
mudah dipahami, mudah untuk diimpelementasikan, dan disepakati banyak pendidik
dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan misi mereka.
Disamping manfaat dan keungulan sebagaimana dipaparkan di atas,
pendekatan ini juga mendapatkan beberapa kritik yang sekaligus meggambarkan
sebagai kelembahan dari pendekatan tersebut. Beberapa kritik yang mengemuka
adalah (Worten and Sander, 1987)[3]
4.
Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian kelas =
pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan
(nilai) hasil belajar siswa berdasarkan tahapan belajarnya. Berorientasi pada
kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan dengan berbagai
cara. Dilakukanmelalui kumpulan kerja siswa (portopolio), hasil karya
(products), penugasan (projects), Unjuk kerja (performances) dan tes tulis
(paper & pen).[4]
Tujuan Penilaian Kelas :
§ Keeping-track (proses
pembelajaran sesuai dengan rencana)
§ Cheking-up (mencek
kelemahan dalam proses pembelajaran)
§ Finding-out(menemukan
kelemahan & keslahan dalam pembelajaran)
§ Summing-up (menyimpulkan
pencapaian kompetensi peserta didik)
Manfaat : informasi, umpan balik, memantau kemajuan, umpan balik
bagi guru, informasi kepada orang tua dan komite sekolah.
Fungsi Penilaian Kelas :






Jenis-jenis penilaian
kelas :
Ø Melalui Portofolio
Ø Melalui unjuk kerja
(performance)
Ø Melalui penugasan
(project)
Ø Melalui hasil kerja
(Product)
Ø Melalui tes tertulis ()paper
& pen)
5.
Penilaian Acuan Norma
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa
terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan
sebagai pendekatan “apa adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semat–mata
diambil dari kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian
itu berlangsung, yaitu hasil belajar mahasiswa yang diukur itu beserta
pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasil–hasil
pengukuran kelompok manusia.
PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasil–hasil
perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikut
sertakan semua angka hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada
didalam “kurve Normal”yang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka
yang diperoleh masing – masing mahasiswa ialah angka rata- rata (mean) dan
angka simpanan baku (standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat
bergeser ke atas atau kebawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh
didalam kurve itu. Dengan kata ain, patokan itu dapat berubah–ubah dari “kurve
normal” yang satu ke “kurve normal” yang lain. Jika hasil ujian mahasiswa dalam
satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang
lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya
jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah
(diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurve yang berbeda akan
mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui
bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga,
nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan
mempunyai arti umum yang berbeda pula.[5]
6.
Penilaian acuan patokan.
PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil
belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih
dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan
angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan
demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di
dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut
“Tingkat Penguasaan Minimum”. Mahasiswa yang dapat mencapai atau bahkan
melampai batas ini dinilai “lulus” dan belum mencapainya nilai “tidak lulus”
mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajar yang lebih tinggi,
sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya
sehingga mencapai “batas lulus” itu.
Patokan yang dipakai untuk kelompok mahasiswa yang mana sama ini
pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk
hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama
ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan.
Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya
menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.
Penggunaan PAN dan PAP
Pendekatan PAN dapat dipakai untuk semua matakuliah, dari
matakuliah yang paling teoritis (penuh dengan materi kognitif) sampai ke
matakuliah yang praktis (penuh dengan materi ketrampilan). Angka-angka hasil
pengukuran yang menyatakan penguasaan kompetensi-kompetensi kognitif,
ketrampilan, dan bahkan sikap yang dimiliki atau dicapai oleh sekelompok
mahasiswa sebagai hasil dari suatu pengajaran, dapat di kurvekan. Dalam
pelaksanaannya dapat ditempuh prosedur yang sederhana. Setelah pengajaran diselenggarakan,
kelompok mahasiswa yang menerima pengajaran tersebut menjawab soal-soal atau
melaksanakan tugas-tugas tertentu yang dimaksudkan sebagai ujian. Hasil ujian
ini diperiksa dan angka tersebut disusun dalam bentuk kurve. Kurve dan segala
hasil perhitungan yang menyertai (terutama angka rata-rata dan simpangan bakul)
dapat segera dipakai dalam PAN.
Pendekatan PAP tidak berorientasi pada “apa adanya” pendektan ini
tidak semata-mata mempergunakan angka rata-rata yang dihasilkan oleh kelompok
yang diuji, melainkan telah terlebih dahulu menetapkan kriteria keberhasilan,
yaitu “batas lulus” penguasaan bahan pelajaran, dan dalam proses pengajaran.
Tenaga pengajar tidak begitu saja membiarkan mahasiswa menjalani sendiri proses
belajarnya, melainkan terus menerus secara langsung ataupun tidak langsung
merangsang dan memeriksa kemajuan belajar mahasiswa serta membantunya melewati
tahap-tahap secara berhasil. Ujian pembinaan dilaksanakan pada tahap tersebut.
Usaha ini akan mencegah mahasiswa dari keadaan terlanjur tidak menguasai dengan
baik bahan kompetensi dari tahap yang satu ke tahap berikutnya seperti dituntut
oleh TKP. Hasil ujian pembinaan ini dipakai sebagai petunjuk (indikator) apakah
mahasiswa tertentu memerlukan bantuan dalam menjalankan proses belajarnya atau
tidak.
Ujian akhir dilaksanakan pada akhir proses pengajaran. Ujian ini
meliputi semua bahan yang diajarkan dalam keseluruhan proses pengajaran dengan
tujuan menguji apakah mahasiswa telah menguasai seluruh bahan yang diajarkan
itu dengan baik. Ujian akhir ini didasarkan sepenuhnya pada TKP.[6]
C.
Cara
Pemberian Nilai
Kira-kira dua-tiga decade yang lalu, atau
mungkin bahkan hingga kini, masih banyak
orang berpendapat bahwa “siapa yang menguasai materi, dengan sendirinya bisa
mengajarkannya; dan (implicit di dalamnya) siapa yang bisa mengajar, dengan
sendirinya dapat pula melakukan penilaian”. Akan tetapi, parallel dengan
berkembangnya teknologi pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pengukuran
dan penilaian prestasi belajar siswa, dalil tersebut sudah mulai luntur, kini
banyak orang- khususnya para guru atau pengajar – mulai menyadari bahwa masalah
pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa bukanlah pekerjaan yang mudah,
yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara trial and error saja. Untuk dapat
melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif diperlukan latihan dan
penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses-belajar-mengajar
sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu
sistem.
Sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut ini
akan dibicarakan beberapa prinsip penilaian yang perlu diperhatikan sebagai
dasar dalam pelaksanaan penilaian; sesudah itu akan dibicarakan pula tentang
prosedur pemberian nilai.
Adapun beberapa prinsip penilaian itu ialah sebagai
berikut:
1. Penilaian hendaknya
didasarkan atas hasil pengukuran yang komperhensif. Ini berarti bahwa penilaian
didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun
jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan
penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dengan macam dan jumlah ujian yang
lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun
harus pula dicatat bahwa banyaknya macam dan jumlah ujian harus dibarengi
dengan kualitas soal-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2. Harus dibedakan antara
penskoran dengan penilaian. Hal ini harus dibicarakan dalam uraian terdahulu.
Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan
dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu
dalam hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa yang memperoleh angka-angka
tersebut didalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa
diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus. Dalam penskoran,
perhatian terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan; sedangkan dalam
penilaian, perhatiannya terutama ditujukan kepada validitas dan kegunaan.
3. Dalam proses pemberian
nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang
norms-referenced dan yang criterion-referenced. Norms-referenced adalah
penilaian yang diorientasikan kepada suatu kelompok tertentu; jadi, hasil
evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan kelompoknya. Prestasi
kelompoknya itulah yang dijadikan patokan atau norm dalam menialai siswa secara
perseorangan. Penilaian norms-referenced selalu bersifat kompetitif
intrakelompok. Criterion-referenced ialah penilaian yang dioreientasikan kepada
suatu standar absolute, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu.
Misalnya, oenilaian prestasi siswa yang didasarkan atas suatu kriteria
pencapaian tujuan instruksional dari suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajaran yang
diharapkan dikuasai oleh siswa setelah melalui sejumlah pengalaman belajar
tertentu. Penilaian criterion-referenced sangat relevan bagi lembaga pendidikan
yang telah menggunakan kurikulum yang berdasarkan kompetensi.
4. Kegiatan pemberian nilai
hendaknya merupakan bagian integral dari
proses belajar-mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, disamping untuk
mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya
terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback, baik kepada siswa
sendiri maupun bagi guru atau pengajar. Dari hasil tes, pengajar dapat menetahui kelebihan dan
kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi
terhadap kesalahan yang dibuatnya dan atau member reinforcemence bagi
prestasinya yang baik. Bagi guru –meskipun umumnya jarang dilakukan- seharusnya
hasil penilaian para siswanya itu dipergunakan untuk “mawas diri” sehingga ia
dapat mengetahui dimana letak kelemahan atau kekurangannya. Mungkin metode
mengajar yang dipergunakannya kurang tepat, atau baha pelajaran terlalu sukar
dan tidak sistematis cara penyajiannya, atau sikap pengajar yang tidak selalu
memburu-buru setiap tugas yang diberikan, atau mungkin juga alat evaluasinya
yang tidak memenuhi syarat-syarat penyusunan soal dan tidak atau kurang relevan
dengan materi pelajaran yang telah diberikan.
Ini semua akan dapat dilakukan dengan baik jika guru benar-benar ikhlas
dan beritikad baik untuk meningkatkan kualitas profesinya. Ia menyadari bahwa
kegagalan siswa tidak automatis selalu
merupakan tanggung jawab siswa, setidak-tidaknya menyadari bahwa kegiatan
belajar-mengajar itu pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi dua arah,
bahwa di dalam proses belajar-mengajar, baik siswa maupun pengajar sama-sama
belajar.
5. Penilaian harus bersifat
komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu
dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh
nilai yang sama pula. Atau, jika dilihat dari segi lain, penilaian harus
dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau penganaktirian.
Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa, yang
selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa dan mahasiswa sehingga
pembentukan afektif dirusak karenanya.
6. System penilaian yang
dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. Sumber
ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya system penilaian
itu sendiri bagi para guru; apa yang dinilai serta macam skala pe nilaian yang
dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apa pun skala yang dipakai
dalam penilaian, hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.
Prosedur penilaian yang
menggunakan teknik statistik seperti diuraikan di atas cocok dan baik digunakan
jika:
Ø Pancaran skor-skor
actual yang diperoleh mendekati pencaran kurva normal;
Ø Jumlah kasus(siswa yang dites) cukup
besar:minimal 50,atau lebih baik lagi jika 100 ke atas.
a) Prosedur penilaian yang
paling sederhana atau mungkin juga dapat dikatakan paling tua dan banyak
dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita, ialah prosedur yang tidak
membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian.
Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan dari pada kebaikan. Dalam
pelaksanaanya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang lebih
lazim lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan “biji”, langsung dianggap
sebagai nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk menentukan vonnis
kepada siswa atau mahasiswa yang memperoleh “biji” tersebut. seorang pengajar
yang memberikan angka 6 pada pekerjan seorang siswa sudah implicit di dalam
benaknya mengatakan bahwa siswa tersebut “lulus”. Jadi, sambil memberi skor
sekaligus pengajar itu menilai, dan nilainya itulah angka yang diperoleh dari
penskoran. Cara demikian segera dapat kita lihat kelemahnnya, yakni bahwa angka
6 yang kemudian dikenakan sebagai nilai itu belum tentu mempunyai harkat yang
sama dengan angka 6 yang dibuat oleh guru lain. Apalagi jika diingat bahwa
rentangan nilai yang d ipergunakan guru-guru dalam angka 0-10 masih
berbeda-beda.
b) Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah
memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian dengan berbagai variaso, mulai
dari yang relative sederhana sampai dengan yang lebih rumit dan sophiscated.
Yang pertama ialah prosedur penilaian dengan membuat peringkat skor-skor dalam
bentuk table-tabel distribusi dengan membuat rentangan skor teoritis . jika
kemudian skor-skor yang diperoleh siswa dimasukkan ke dalam rentangan skor
teoritis itu , maka rentangan dan distribusi skor-skor actual itu dapat diperiksa
secara visual bagaimana bentuk distribusi frekuensinya sehingga sekaligus kita
dapat melihat apakah tes itu terlalu mudah , terlalu sukar, atau sedang bagi
kelompok siswa yang bersangkutan. Dari pemeriksaan secara visual demikian
itulah penilai dapat menetapkan batas-batas penilaian sesuai dengan distribusi
kelompok skor yang terlukis di dalam table. Dalam hal ini , peran guru atau
penilai dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas
persyaratan penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu.
Hal ini yang perlu
diperhatikan , dengan penggunaan prosdur “distribusi peringkat ini guru atau
penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu penilaian
norm-oriented dalam bentuk kompetisi intrakelompok dan penila criterion
oriented yaitu dari segi penguasaan
minimal yang diharapkan sesuai dengan kapasitas (prestasi actual)
kelompok atau kelas masing-masing.
c) Prosedur penilaian
dengan menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena dianggap lebih
sederhana dan praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya dikaitkan dengan
skala penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan persentase
yang dimaksud menjadi nilai. Misalnya 50% benar sama dengan nilai 5 (dalam
skala penilaian 0-10).
D.
Mengolah
skor menjadi nilai standar
Ada dua hal penting
dalam pengolahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai, yaitu:
1.
Dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah
menjadi nilai itu ada dua cara, yaitu[7]:
a.
Bahwa pengolahan skor mentah menjadi nilai itu
dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium (patokan).
1)
Hal-hal yang harus dipelajari oleh tesetee
adalah mempunyai struktur hierarkis tertentu, dan bahwa masing-masing taraf
harus dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
2)
Evaluator atau tester dapat mengidentifikasi
masing-masing taraf itu sampai tuntas. Atau setidak-tidaknya mendekati tuntas,
sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
b.
Bahwa pengolahan skor mentah menjadi nilai itu
dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok.
Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar
menjadi nilai standar dengan mendasarkan diri atau mengacu pada norma atau
kelompok serinh dikenal dengan istilah PAN (singkatan dari Penilaian berAcuan
Norma) atau PAK (singkatan dari Penilaian berAcuan Kelompok).
Penilai beracuan kelompok ini mendasarkan pada asumsi sebagai
berikut:
1)
Pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya
heterogen (berbeda jenis kelamin, berbeda latar belakang pendidikan dan sebagainya),
yang distribusinya membentuk kurva normal atau kurva simetrik. Asumsi ini
mengandung bahwa pada setiap kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar
peserta didik, sebagaian dari peserta didik tersebut nilai-nilai hasil
belajarnya terkonsentrasi atau memusat di sekitar nilai pertengahan dan hanya
sebagian kecil saja yang nilainya sangat tinggi atau sangat rendah.
2)
Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk
menentukan posisi relative dari para peserta tes dalam hal yang sedang
dievaluasi itu, yaitu apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di
“atas”, di “tengah”, ataukah di “bawah”.
Dalam hal ini yang berhubungan dengan nilai standar kiranya perlu
diketahui bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan, khususnya evaluasi hasil
belajar dikenal berbagai jenis nilai standar, seperti:
ü Nilai standar berskala
lima, yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf, yaitu nilai A, B, C, D
dan F.
ü Nilai standar brskala
Sembilan, yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak mulai dari 1 sampai
dengan 9.
ü Nilai standar berskala
sebelas, yaitu skala nilai yang bergerak mulai dari nilai 0 sampai dengan nilai
10.
ü Nilai standar z.
ü Nilai standar T.
2.
Pengolahan skor mentah menjadi nilai itu dapat
menggunakan berbagai macam skala, yaitu: skala lima dengan nilai huruf A, B, C,
D dan F. Skala Sembilan dengan nilai 1 sampai dengan 9. Skala sebelas
dengan rentang nilai mulai dar 0 sampai dengan 10.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian dan pemberian skor Menurut Suharsimi ( 2005:235 ) bahwa skor adalah
hasil pekerjaan menskor yang diperoles dengan menjumlahkan angka-angka bagi
setiap soal tes yang di jawab betul oleh siswa. Sedangkan nilai adalah angka
ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan norma atau
acuan standar.
Pendekatan penilaian Dalam evaluasi program pendidikan yang banyak
dikenal dan sering dijadikan rujukan dalam pelaksanaan evaluasi program
pendidikan, terdapat Beberapa Pendekatan dalam penilaian pendekatan yang
digunakan yakni :
1.
Objective-Oriented Approach,
2.
Management-Oriented Approach,
3.
Naturalistic-Participant Approach,
4.
Penilaian Berbasis Kelas,
5.
Penilaian Acuan Norma.
6.
Penilaian acuan patokan.
Pemberian skor Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya,
setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi
yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau, jika
dilihat dari segi lain, penilaian harus dilakukan secara adil, jangan sampai
terjadi penganakemasan atau penganaktirian. Penilaian yang tidak adil mudah
menimbulkan frustasi pada siswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan
psikis siswa dan mahasiswa sehingga pembentukan afektif dirusak karenanya.
Cara
mengolah skor menjadi nilai standar ada beberapa cara salah satunya Bahwa pengolahan skor mentah menjadi nilai
itu dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium (patokan).
1.
Hal-hal yang harus dipelajari oleh tesetee adalah mempunyai
struktur hierarkis tertentu, dan bahwa masing-masing taraf harus dikuasai
secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
2.
Evaluator atau tester dapat mengidentifikasi masing-masing
taraf itu sampai tuntas. Atau setidak-tidaknya mendekati tuntas, sehingga dapat
disusun alat pengukurnya.
B. SARAN
1. Sebagai pendidik dan
calon pendidik sudah selayaknya memperlakukan peserta didiknya sesuai dengan
kemampuan dan kepribadiannya, kemampuan terhadap penguasaan materi, dan
memberikan skor dengan adil sesuai dengan acual penilaian yang berlaku.
2. Sebagai calon pendidik
juga seyogyanya memahami tehnik pemberian skor terhadap hasil peserta didik
agar mereka tidak merasa dirugikan dan mampu merumuskan langkah-langkah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Prinsip Dasar, Tujuan,
Fungsi, Teknik, Prosedur Evaluasi Pendidikan. Diunduh tanggal 30
september 2012 dari http://sylvie.edublog.org.
Anonim. 2011. Evaluasi, Pengukuran,
Tes, dan Penilaian (Tujuan, Pendekatan, dan Ruang Lingkupnya).
Diunduh tanggal 25 september 2012 dari www.wikiberita.net
Mukhlis Ali, Mengolah Skor, dalam http://inmuchlis.blogspot.com/2012/01/teknik- pengolahan-dan - pengubahan. html,.
Sulaeman. 2011. Evaluasi
PAN dan PAP. Diunduh tanggal 25 september
2012 dari http://sulaemaneman.blogspot.com/
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007)
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,
(Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012),. 268
[1] Zainal Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, (Jakarta : Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama, 2012),. 268
[2] Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),. 3
[3] Anonim.
2011. Prinsip Dasar, Tujuan, Fungsi, Teknik, Prosedur Evaluasi Pendidikan.
Diunduh tanggal 30 september 2012
dari http://sylvie.edublog.org.
[4] Anonim. 2011. Evaluasi,
Pengukuran, Tes, dan Penilaian (Tujuan, Pendekatan, dan Ruang
Lingkupnya). Diunduh tanggal 25 september
2012 dari www.wikiberita.net
[5] Sulaeman. 2011. Evaluasi
PAN dan PAP. Diunduh tanggal 25 september
2012 dari http://sulaemaneman.blogspot.com/
[6] Sulaeman. 2011. Evaluasi
PAN dan PAP. Diunduh tanggal 25 september
2012 dari http://sulaemaneman.blogspot.com/
[7]
Mukhlis Ali, Mengolah Skor, dalam http://inmuchlis.blogspot.com/2012/01/teknik- pengolahan-dan - pengubahan. html,. 3
0 komentar:
Posting Komentar